Hikmah Hari Ini :

"Kaya yang Sebenarnya Adalah Ketenangan Jiwa"

Minggu, 06 Mei 2012

Pertemuan Dua Sahabat


Setelah merasa penat, Nurida men-shutdown laptopnya. Ia mengatupkan matanya yang mulai sayu lalu menarik napasnya dalam-dalam. Ia kaget mendengar suara dering hp-nya, ada sms masuk…
 “ benar mba , aku merasa sangat malu. Hanya krna hal sprt ini aku mjdi lemah.. mba memang dwasa, lain dgn aku yang sll kalah dg pikirn negative… trmkasih byk ya mbak untuk obrolannya hri in..obrolan yang sgt mnfaaat..J ”

Sms itu dari Ningsih, gadis cantik yang baru di kenalnya lewat facebook beberapa minggu lalu. Ningsih bilang, ia sangat mengagumi sosok Nurida dan ingin menjadi temannya. Selain itu, ia juga ingin belajar banyak darinya. Nurida pun menyambuat gembira niat tulus Ningsih yang ingin berteman dengannya, tapi sebenarnya ia merasa sangat tidak pantas dikagumi apalagi untuk  belajar dari dirinya.

Nurida teringat, siang tadi, saat ia mengajar TPA di rumahnya, seorang gadis cantik berjilbab ungu datang menghampirinya. Gadis itu mengaku bernama Ningsih. Nurida kaget, ternyata Ningsih menepati janjinya beberapa hari yang lalu untuk datang kerumahnya. Ia menjabat tangan Nurida lalu memeluknya erat-erat. Nurida pun tercengang melihat ulah Ningsih yang terlihat begitu akrab, padahal mereka baru saling mengenal. Itu pun melalui dunia maya. Tapi, Nurida membiarkan gadis itu memeluknya. Beberapa saat kemudian Ningsih melepaskan pelukannya, matanya tampak berkaca-kaca, ia hendak berkata-kata…

“Kamu Ningsih Lailasari kan ?” tanya Nurida pelan. Gadis itu hanya mengangguk. “ Subhanallah, dari mana kamu tau rumahku Ning?“ Tanya Nurida lagi. Ningsih jawab dengan senyum lalu berkata, “boleh aku  bicara mbak?” “ tentu boleh, ayok silahkan masuk dulu. Kita ngobrol didalam saja ya..” jawab Nurida ramah, ia tahu pasti Ningsih sangat lelah. “ kamu duduk saja disini, aku akan membubarkan santri-santri dulu” kata Nurida sambil mempersilahkan Ningsih duduk di ruang tamu. “ maaf ya mbak jadi mengganggu dan merepotkan” ucap Ningsih merasa tidak enak. “sama sekali tidak..”

Beberapa menit kemudian, Nurida kembali menemui Ningsih sembari membawa secangkir teh manis dan setoples kacang lalu duduk tepat di samping Ningsih. Ningsih kemudian menoleh kearah Nurida dan memandangnya lekat-lekat,  “ mbak sangat cantik..” ucap Ningsih membuka percakapan. “kamu juga Ning, kamu lbih cantik dri yang aku bayangkan”. Jawab Nurida dengan senyum mengembang. “mmm Ning..” Nurida melanjutkan. “ jujur ya, dari pertama kita berkenalan di facebook waktu itu, sampai sekarang aku masih bingung kenapa kamu seperti sudah sangat mengenal dan tahu semua tentang aku, padahal aku belum pernah bercerita apa-apa denganmu..”

“mbak tahu? aku sudah mengenal mbak dari seseorang sejak tiga tahun lalu. Aku tahu semua tentang mbak dari dia, dan semua cerita tentang mbak itu selalu memberi inspirasi dan motivasi bagi diriku selama ini, oleh karena itu aku sangat ingin berteman dengan mbak dan ingin belajar denganmu. Mbak juga tahu? selama tiga tahun itu aku mencari identitas mbak sampai akhirnya aku menemukan facebook dan nomor hp mbak.. mbak mau kan berteman denganku dan mau membantu aku untuk jadi wanita yang lebih baik? ” jelas Ningsih panjang lebar.

“Subhanallah Ning, aku kagum dengan semangatmu untuk belajar dan memperbaiki diri. Insya Allah aku bantu, kita akan sama-sama belajar. Alhamdulillah kalo kamu bisa termotivasi oleh orang lain, Tapi aku mohon, jangan pernah kamu kagumi wanita biasa seperti aku yang banyak dosa dan kekurangan. Jangan kamu jadikan aku sebagai cermin bagi dirimu, karena bisa jadi kamu jauh lebih baik dari aku..”

“tidak mba, apakah mbak tahu bagiamana aku. Walau aku sudah memakai jilbab tapi akhlakku belum terjaga dan hatiku masih kotor. Aku masih sering terbawa dengan aku yang dulu, aku yang sangat tomboy itu.. hiks..hiks..”
“ingat Ning, semua orang pasti punya masa lalu, baik pahit ataupun manis. Tapi, sebisa mungkin kita bisa mengambil pelajaran dari masa lalu itu, dan jangan pernah tenggelam dalam masa lalu pahit yang sudah pernah kita reguk, itu hanya akan membuat kita sedih dan sulit untuk bangkit. ”
“ iya, mbak benar, terimaksih ya..”

          Malam kian larut. Nurida masih terjaga, ia masih belum bisa melupakan pertemuan tadi siang dengan gadis berjilbab yang semangat untuk memperbaiki dirinya. Apalagi ia belum sempat menanyakan kepada Ningsih siapa orang yang telah menceritakan semua tentang dirinya kepada Ningsih, ia sangat penasaran. Tanpa terasa air matanya merembes membasahi wajahnya yang sendu. Betapa ia menyadari ia hanya wanita hina yang takan pernah sempurna menjadi muslimah, ia juga menyadari kekaguman dan sanjungan orang hanya akan menambah kehinaan dan kenistaan dirinya. Ia terus menguatkan hatinya, agar tidak larut dalam pujian karena pujian itu semata-mata milik dan hak Allah Ta’alla. Yang Maha Tinggi, Maha Sempurna, dan Maha Segala-galanya.
          Keesokan harinya, Ningsih kembali datang menemui Nurida. Kini, guratan kesedihan begitu terpancar jelas dari wajahnya yang halus. “apa yang terjadi Ning, kenapa sedih begitu ??” Tanya Nurida cemas. “mbak, semalaman aku menangis dan tidak bisa tidur sampai pagi. Setelah ketemu mbak kemarin aku jadi sangat sedih dan semakin iri dengan mbak. Kenapa aku tidak bisa seperti mbak, kenapa dia selalu membeda-bedakan aku, dan kenapa semua yang aku lakukan selalu salah dimatanya ??” kata Ningsih dengan terisak.

Nurida tak kuasa melihat Ningsih tersedu-sedu, ia pun memeluk Ningsih dan berusaha menenangkan hatinya. “ Ceritakanlah semuanya padaku Ning, apa yang sebenarnya kamu alami, siapa yang sudah membeda-bedakan kamu dan menilai kamu salah dimatanya?” Tanya Nurida setelah melihat Ningsih tenang.
“ Mbak kenal mas Haris?” Tanya Ningsih menghapus air matanya.
“ Haris Naufal maksudmu?” jawab Nurida balik bertanya.
“ betul mbak”

“iya aku kenal, dia teman SMA-ku dulu Ning. Kenapa dengan dia? Kamu juga mengenalnya?”.

“dia sahabatku mbak, dialah orang yang selama ini mengenalkan aku dengan sosok mba yang sangat lembut ini. Dialah orang yang selama ini menyuruhku untuk berubah. Dia menginginkan aku seperti mbak..”

“ Benarkah begitu Ning? Tapi atas dasar apa dia menginginkan agar kamu seperti aku?”

“Tidak tahu. Yang aku tahu dia sangat mengagumi kamu mbak, sampai-sampai setiap saat dia selalu bercerita tentang mba didepan aku. Awalnya aku memang termotivasi untuk bisa menjadi wanita yang lembut seperti mba Nurida, tapi lambat laun aku merasa dia sangat berlebihan menilai mba, sampai-sampai dia menganggap aku selalu buruk dan tidak akan bisa seperti mbak. Hal itulah yang membuat aku sempat marah dan benci dengan mba Nurida. Rasanya aku ingin sekali memberi perhitungan dengan mba setiap kali ia menyebut nama mba di depanku. Maafkan aku mba.. hiks hiks…”

“Masyaa Allah, kamu menyukai Haris Ning, lantas kamu cemburu atas kekagumannya padaku?”

“Lebih dari itu mba, aku tidak hanya menyukainya, bahkan aku dan Mas Haris sudah tiga tahun menjalin hubungan serius. Tapi selama itu mas Haris tak pernah sedikitpun melupakan kekagumannya pada mba. Aku selalu berusaha untuk bertahan, walau sebenarnya aku tak kuat bila harus selalu di beda-bedakan, tapi aku juga  sudah berusaha untuk berubah menjadi orang lain, menjadi seperti orang yang dikaguminya, tapi dia tak pernah menghargai usahaku mba, dia menganggap aku takan pernah bisa berubah.”

“Ya Allah.. Ning aku tak pernah menyangka Haris seperti itu. Haris yang aku kenal adalah orang yang sangat baik kepada siapapun, itu yang membuat aku merasa nyaman menjadi sahabatnya. Maafkan aku Ning, aku tak pernah tahu bahwa dia ada hubungan serius dengan wanita secantik dan sebaik kamu, sungguh aku pun tak pernah tahu bahwa dia mengagumiku. Oleh karena itu, selama ini aku sering sekali berkomunikasi dengannya, walaupun hanya untuk sharing dan tukar pendapat, tapi itu terjadi karna aku betul-betul tidak pernah tahu ada kamu yang mencintainya. Tolong maafkan aku..”

“Mba tidak usah minta maaf, karna mba sama sekali tidak bersalah. Yang bersalah adalah mas Haris yang tidak bisa menjaga perasaanku. Kini aku sadar kenapa mas Haris begitu mengagumimu, bahkan semua orang pun tahu mba adalah wanita yang lembut dan penuh kasih sayang.. aku ingin sekali belajar darimu mba”

Mendengar kata-kata itu, dada Nurida menjadi sesak, ia seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut Ningsih, seorang muslimah yang baru saja ia kenal. Seketika air matanya tumpah tak dapat terbendung lagi. Nurida menangis sesunggukan..

“Ning, aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaanku jika aku berada dalam posisimu, aku tak mungkin bisa sekuat dirimu..”

“Tapi itu belum seberapa mba, ada masalah yang lebih besar dari itu, masalah yang  membuat aku benar-benar jatuh karena rasa penyesalan yang begitu dalam di hati ini.” Air matanya kembali meleleh, lebih deras.. dalam tangis yang tersedu-sedu ia melanjutkan ceritanya.
“Mba tahu? Aku bukanlah wanita kuat seperti yang mba bayangkan baru saja, aku sangat lemah bahkan tak bisa perpikiran positif dan terlalu ceroboh dalam mengambil keputusan. Sebulan yang lalu, saat aku berada dalam masa-masa yang teramat sulit dan pikiranku dangkal, aku meminta mas Haris untuk memutuskan hubungannya denganku bahkan sebelumnya aku telah menampar dan memukuli mas Haris sampai ia terluka karena saat itu aku sudah sangat kesal dengan sikapnya yang berlebihan terhadap mba. Padahal beberapa hari lagi ia akan pergi ke Malaysia untuk melnjutkan studinya disana. Sekarang, Aku menyesal mba, sangat menyesal. Kenapa ini semua harus terjadi.. kenapa aku menyakiti mas Haris disaat aku harus kehilangannya..”

Mereka berdua saling berpelukan, tenggelam dalam tangis kepiluan dan keharuan yang luar biasa.

“Mba, tolong jangan pernah tinggalkan aku, tolong ajari aku bagaiman seharusnya menjadi muslimah yang baik, aku benar-benar ingin bangkit dan berubah menjadi lebih baik lagi.”

“Ning, kamu sudah sangat tahu, bahwa aku lah wanita yang telah merusak hubunganmu dengan Haris, aku juga yang sudah menjadi penyebab timbulnya masalah dalam hidupmu, apa yang bisa kamu pelajari dari wanita macam aku ini.”

“Rasanya aku telah menemukan orang yang tepat yang bisa membantuku..”

“Tidak ada tempat yang paling tepat bagi seorang hamba yang ingin kembali ke jalan lurus, selain kembali kepada Allah yang memiliki keagungan dan kesempurnaan. Mungkin kini saatnya kamu memperbaiki diri untuk Allah semata bukan karna paksaan orang lain apalagi untuk menarik perhatian dan penilaian manusia. Sekali lagi, aku hanya wanita biasa yang masih harus banyak belajar, aku tidak layak kau contoh Ning. Teladanilah para bidadari penghuni syurga yang telah Allah turunkan sebagai figure teladan untuk kita para kaum muslimah. Siti Khadijah, Siti Asyiah, Siti Maryam dan Siti Fatimah..”

“Maha suci Allah mba, aku benar-benar telah mendapat pencerahan. Sekarang aku akan berusaha mengikhlaskannya, aku akan kembali kepada Allah dan belajar untuk berubah menjadi muslimah yang baik karena Allah..”

“Alhamdulillah, semoga Allah membantumu ukhti. Tapi ingat satu hal, walaupun kamu ingin menjadi lebih baik, tapi kamu tidak perlu menjadi orang lain, kamu harus tetap menjadi dirimu sendiri, dirimu sebagai Ningsih Lailasari..”

“Iya mba terima kasih banyak, itu nasihat yang sangat indah..”

Setelah pertemuan tangis dua sahabat itu, mereka bersama-sama mengarungi samudera kehidupan yang begitu dalam maknanya. Hingga hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun mereka jalani penuh keindahan dengan warna persahabatan yang mereka jalin diatas jalan Allah yang lurus. Sungguh persahabatan yang indah, persahabatan yang melahirkan kebersamaan meraih ridho Allah, dan persahabatan yang memberi kekuatan dalam hidup. Subhanallah. Selalu ada hikmah terbesar di setiap ujian yang melanda..

Untuk sahabat-sahabatku, "Ningsih dan Haris". Kalian adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki. Sedih rasanya mengenang perpisahan kalian. Maafkan aku telah hadir ditengah-tengah kehidupan kalian yang berbahagia hingga aku menjadi batu sandungan dalam hubungan kalian..
Aku berharap, semoga Allah mempertemukan kalian kembali dalam perjumpaan yang indah penuh ridho-Nya. Aamiin yaa Rabbal ‘alamiin..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar