Seperti biasa, aku bangun pagi dengan penuh
perjuangan. Setelah semalaman begadang, aku tetap harus bangun pagi, aku harus
semangat mengajar lagi. Ya, mengoreksi soal, mengisi raport, dan membuat laporan
bulanan adalah tugas-tugas yang harus aku selesaikan dalam waktu dekat ini.
Sungguh, sebuah tugas yang harus aku selesaikan dengan penuh perjuangan,
perjuangan melawan kantuk, capek, malas dan rasa pegal-pegal yang terasa menusuk
tulang belulang. Namun, pagi ini dengan sisa semangat yang melekat di dada, kuteruskan
langkah kaki menuju taman belajar, taman bermain yang indah dan menyejukkan
hati. BKB-PAUD Melati …
Entah kenapa, pagi ini aku merasakan ada hawa
yang berbeda. Hawa tanpa semangat biasanya. Hawa yang dipenuhi rasa kekecewaan.
Betapa tidak, Sudah lebih dari tiga pekan aku menanti dengan harap-harap cemas sebuah
pengumuman beasiswa. Sejak bulan Nopember berganti dengan Desember, hampir
setiap malam aku pantengin sebuah situs web bernama www.beasiswajakarta.com. Situs inilah
yang memberi harapan dimana aku diterima sebagai penerima beasiswa rekruitmen
baru tahun 2011/2012 di Yayasan Beasiswa Jakarta. Dan tadi malam, aku sangat
berharap namaku, Aida, dan nama sahabatku, mbak Erlina, terpampang di www.beasiswajakrta.com itu. Namun,
hingga aku lelah memantenginnya, beranda di situs itu belum juga berubah, belum
ada tanda-tanda penerima beasiswa itu di umumkan. Padahal, ketika aku dan mbak
Erlina mengajukan beasiswa itu, Pak Syafi’i, bapak yang mengurusi beasiswa
khusus Perguruan Tinggi, mengatakan kepada kami, bahwa pengumuman dapat dilihat
sejak awal bulan Desember. Dan saat itu kami sangat optimis pengajuan kami
diterima. Namun, diawal bulan Desember, pengumuman belum tertera di web yayasan
itu. Beberapa minggu kemudian, mbak Erlina bilang ternyata pengumuman itu akan
diberitahukan dipertengahan bulan
Desember ini. Ya, aku merasa sedikit lega karena itu berarti masih ada
kesempatan bagiku untuk bersabar menanti pengumuman itu.
Hari-hari pun terlewati. Tibalah saatnya aku
melihat pengumuman itu lagi. Namun, tetap saja belum ada pengumuman yang
berarti, aneh..! gumamku. Aku semakin resah ketika angka dikalenderku sudah
menunjukan bahwa hari ini tanggal 20 Desember. Belum ada pengumuman.. Ditambah
lagi, sekarang mbak Erlina pindah kost-an dan belakangan sangat susah
dihubungi. Membuat aku gelap informasi tentang baesiswa ini, apa yang
sebenarnya terjadi..? Huh, aku mendesah pasrah. Ya Allah, Bila memang beasiswa
itu rezeki hamba dari-Mu, dekatkan dan mudahkan hamba dalam meraihnya, namun,
jika itu bukan rezeki hamba, jadikan hamba-Mu ini, hamba yang sabar ! Doaku
penuh harap.
Masih dalam keadaan kurang semangat, hari ini
aku mengajari anak didikku bagaimana menempel kertas di atas gambar dengan
tehnik mozaik, aku bersama adik-adik kecil duduk melingkar. Karena bulan ini
temanya ‘Tanah Airku’, aku pun menggambar bendera Indonesia, Bendera Merah
Putih di buku gambar masing –masing anak. Lalu mereka memenuhi permukaan gambar
tersebut dengan robekkan kertas kecil-kecil yang sudah di olesi lem. Kertas
warna merah untuk bagian atas, dan kertas putih untuk bagian bawah. Tampaknya, mereka
sangat bersemangat mengerjakan mozaik ini. Hingga aku tak perlu berlama-lama
mengajari mereka. Mereka, bocah-bocah imut berusia 4-5 tahun ternyata bisa
mengerjakannya sendiri dengan baik dan serius. Dengan terampil jari-jari
merekapun menempeli kertas demi kertas dengan riang gembira. Bangganya !! J
Ditengah-tengah kesibukan kami, tiba-tiba Alya
memanggil namaku,
“Bu Gulu, hape-nya bunyi !“ suara cadelnya membuyarkan
konsentrasiku.
Tanpa disuruh, dengan sigapnya bocah manis
berpipi tembem itu pun mengambil hapeku yang berada diatas meja kantor.
“ini bu gulu…” Tuturnya halus sembari menyerahkan
hape itu.
“Subhanallah, pinter sekali ! Terimakasih ya
anak manis !” sambutku tak kalah halus.
“sama-sama bu gulu cantik…” balas Alya sambil
memamerkan gigi-giginya yang gupis. Bocah manis ini memang selalu membuatku
gemas. Hehhmmmm..
Oh, ada sms masuk. Dari mbak Erlina ?! dengan
penasaran aku buka sms itu..
“ Aidaaaaaaaa…. Nama qt da di ya2san beasiswa….”
Hah, benarkah? Untuk meyakinkan, aku baca sms
singkat yang tampak girang itu sekali lagi dengan seksama. Benar, aku tak salah
baca.. Alhamdulillaah, pengajuanku diterima.. !!! Tiba-tiba, sms sederhana itu
seakan menjadi infuse yang kembali menyegarkan tubuhku yang sejak kemarin
seakan kehabisan cairan.
Ya Allah, Subhanallah wal hamdulillah…..
terimakasih yaa Allah atas kabar gembira ini. Pengajuan beasiswaku diterima. Kau
kembalikan semangat hamba dengan kejutan ini, Engkau sungguh luar biasa….. Ya
Allah, terima kasih !
Betapa bahagianya aku. Sungguh hatiku girang,
senang bukan kepalang. Perjuanganku tidak sia-sia, pengorbananku dibayar oleh
Allah dengan kabar baik ini… Alhamdulillah.. kalimat syukur ini terus menggema
di dadaku. Saking bahagianya, aku sampai memeluk dan menciumi murid-murid
kecilku. Hingga mereka terbengong-bengong melihat tingkah anehku. Mungkin dalam
benak mereka masing-masing saling bertanya-tanya. Ada apa dengan guruku yang
baik hati ini…? Hehe… Tapi, aku tetap menciumi kepala mereka satu persatu tanpa
menghiraukan kebingungan mereka. Salah satu diantara mereka, Haikal namanya,
kemudian bertanya dengan bingung “Ada apa Bu Aida ?” “Tidak ada apa-apa. Ibu
sayang kalian..” jawabanku semakin membuat mereka terbingung-bingung…
Bel istirahat berbunyi. Memberi aku kesempatan
untuk membalas sms dari Mbak Erlina.
“ Alhamdulillahi robbil ‘alamiin !… trus kapan
mbak qt ambil formulirnya?” tanyaku penuh antusias.
“besok ja da, tp aq coba minta izn dlu sama
boz…”
“y udh mbak, insyaa Allah bsok yaa…”
Keesokan harinya, aku izin dari mengajar untuk
mengambil formulir di Balai Kota Jakarta. Karena mbak Erlina tidak bisa izin,
akhirnya aku ditemani ibuku tercinta kesana. Sesampainya disana, kantor Balai
Kota tampak sudah dipadati oleh para pelajar yang namanya juga disebutkan
sebagai penerima beasiswa. Dari pelajar tingkat SD, SMP, SMA sampai Mahasiswa
semua berkerumun disana untuk mengambil formulir. Satu persatu dari mereka
bertanda tangan kemudian menerima lembaran formulir. Tiba saatnya aku yang bertanda
tangan sebagai bukti pengambilan formulir. Setelah bertanda tangan, pak Syafi’I
memberi selamat kepadaku dan menerangkan dengan singkat teknik pengisian dan
pengembalian formulir itu.
Setelah keluar dari ruangan, aku tersenyum lega.
Lembaran formulir itu benar-benar
membuat hatiku bahagia. Sebuah kebahagiaan yang sulit untukku lukiskan. Bagiku,
beasiswa ini sangatlah berarti. Karena beasiswa inilah yang akan membantuku melunasi
tunggakan-tunggakan biaya kuliah yang sudah menggunung seabreg dan selama ini belum
bisa ku cicil. Tentu ini akan menambah semangatku dalam menimba ilmu di kampus
tercinta, kampus STAI Imam Syafi’I Jakarta.
Kebahagiaan yang sama ternyata juga dirasakan
oleh mbak Erlina. Ia yang belakangan ini vacuum dari kuliah, mulai merintis
semangatnya lagi. Semoga, semangat yang ia dapat kali ini tidak akan luntur
lagi. Karena bagaimanapun, selalu ada jalan ketika kita bersemangat dalam
meraih sesuatu. Walau ditengah perjalanan nanti, akan ada rintangan dan masalah
yang menantang dan menguji kesabaran, namun, semangat itulah yang akan selalu
menguatkan. Di tambah dengan iman yang akan menjaga kita dari keterpurukan.
Harapanku, dan harapan kita semua ( SahabaT ImAm Syafi’I_STAI ) semoga mbak
Erlina dan sahabat kami yang masih belum aktif, bisa semangat dan aktif kembali
dalam mengikuti perkuliahan seperti dulu. Aamiin …
Mengenang kebahagiaan ini, aku teringat tentang sebuah
perjuangan cukup panjang ketika kami berusaha mengajukan beasiswa, sampai
akhirnya kami berhasil mendapatkannya. Sekadar flashback yaa !!! ini dia
cerita kami…
Waktu itu, sekitar bulan Juli ketika kami masih
duduk di semester dua, Kak Sholeh menawarkan sebuah brosur beasiswa dari
Yayasan Beasiswa Jakarta. Dari brosur itu dapat kami ketahui bahwa persyaratan
untuk mendapatkan beasiswa tersebut ialah sebagai berikut :
Persyaratan Umum :
-
Mengajukan surat
permohonan yang di tujukan kepada ketua umum Yayasan Beasiswa Jakarta, dengan
melampirkan kartu keluarga dan kartu mahasiswa
-
Bertempat tinggal di DKI
Jakarta minimal tiga tahun dan bersekolah/kuliah di Jakarta
-
Berkelakuan baik, rajin
dan jujur, tidak terlibat penggunaan narkoba dan obat terlarang serta tidak
mengikuti program sebagai penerima beasiswa dan lembaga/instansi lain.
-
Surat keterangan tidak
mampu
-
Surat persetujuan orang
tua
-
Surat pernyataan
tertulis dari siswa untuk mematuhi semua peraturan yang ditetapkan
Persyaratan khusus :
-
Usia maksimal 25 tahun
-
Memiliki Index Prestasi
Komulatif ( IPK ) minimal 2,8 untuk mata pelajaran social, dan IPK minimal 3,0
untuk mata pelajaran exsact.
-
Melampirkan surat
keterangan belum menikah
Setelah membaca persyaratan itu, tampak sedikit
sekali yang berminat untuk mengajukan beasiswa tersebut. Mengingat banyak
diantara kami yang merasa tidak bisa memenuhi persyaratan itu, seperti : Fitri
yang belum mempunyai KTP DKI, Babay yang sudah menikah, pak Aiman yang umurnya
sudah diatas batas maksimal ( Hehe, nyuwun pangapuntene pak Aiman… J ),
Susan yang tidak ada waktu untuk mondar-mandir ke RT, RW, kelurahan, kecamatan
karena sibuk bekerja. Dan masih banyak sahabat yang lain yang saat itu tidak
mengajukan, karena telah menerima beasiswa dari instansi lain. Mungkin itu
semua menjadi kendala. Namun, aku dan mbak Erlina begitu antusias untuk bisa
mendapatkan beasiswa ini. Kami bersemangat dan yakin bisa berusaha memperoleh
beasiswa ini. Setelah merasa yakin, dengan Bismillah kami berdua pun bertekad
untuk bersama-sama memenuhi berkas-berkas yang
menjadi persyaratan itu.
Langkah pertama yang kami lakukan ialah membuat
Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), Surat Keterangan Belum Menikah (SKBM), dan
Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Untuk membuat itu semua, kami harus
mendatangi ketua RT dan RW untuk meminta Surat Pengantar. Tentu tidak mudah,
karena pak RT dan pak RW ini sangat susah ditemui. Terkadang aku harus menunggu
berjam-jam, namun tak kunjung datang. Akupun terpaksa pulang dengan tangan
hampa dan esok kembali menunggu lagi.
Langkah selanjutnya ialah membuat SKTM, SKBM,
dan SKCK di kelurahan. Setelah mendapat Surat Pengantar, esoknya kami meluncur
kekelurahan dengan membawa Surat Pengantar disertai fotokopi Kartu Keluarga
(KK) dan fotokopi KTP orang tua. Dalam proses ini kami juga menemui kendala,
yakni KK kami belum ditandatangani oleh Lurah setempat. Hal itu membuat petugas
kelurahan enggan meladeni kami.
“ Ini sudah menjadi peraturan, setiap KK harus
ditandatangani oleh Lurah. Kalau tidak ada, ya berarti KK ini palsu dan tidak
berlaku…” bantah seorang petugas berkumis tebal.
“ Tapi Pak, KK ini asli, hanya saja saat
pembuatan KK, pak Lurah tidak ada ditempat. Tolonglah Pak, kami sangat butuh
surat keterangan itu untuk keperluan kuliah kami ?” jawabku penuh iba.
“ Pokoknya, kalian urus dulu KK itu sampai ada
tanda tangannya pak Lurah yang asli, tidak boleh atas nama. Baru akan saya
buatkan…” tukasnya, tak mau tahu.
Mendengar jawaban itu, kami berdua saling
berpandangan dan akhirnya bergegas mencari tanda tangan pak Lurah. Namun,
setelah menelusuri setiap sudut dan bertanya sana sini, ternyata pak Lurah
sedang tidak ada di tempat. Entah apa alasannya. Yang jelas kami agak kecewa, kenapa
setiap kali di butuhkan, beliau tidak ada ditempat. Apa sebenarnya tugas
seorang Lurah ? bukankah melayani masyarakat ? apa harus selalu sibuk dengan
urusan diluar ??? maafkan kami…
Untuk kedua kalinya, kami kembali memohon kepada
petugas kelurahan agar membuatkan kami SKTM dan SKMB hari ini juga. Karena,
bagi kami yang memiliki tanggung jawab untuk bekerja, hanya memiliki waktu hari
ini. Izin satu haripun rasanya sangat berat dan butuh perjuangan ketika
menghadap Kepala Sekolah tempat aku mengajar. Kami tidak mungkin izin lagi. Namun,
petugas itu tidak mau tahu apapun alasan kami, dia tetap kukuh tidak mau
membuatkan, sebelum KK kami ditandatangani pak Lurah. Kami terus merengek dan
berjanji setelah ini akan meminta tanda tangannya. Tapi, sama sekali tak
digubrisnya.
Gleeg… kami hanya bisa menelan ludah. Sebegitu
pentingnyakah tanda tangan seorang Lurah ? sebegitu berartinyakah tanda
tangannya. Hingga KK kami dianggap tak berlaku tanpa tanda tangan itu?
Sampai-sampai permohonan kami tak berarti apa-apa tanpa tanda tangan itu ?
“Nggak apa-apa Da. Inilah perjuangan ! kita
harus semangat. Besok kita kesini lagi minta tanda tangan itu.. Semoga pak
Lurahnya ada ! “ kata-kata mbak Erlina menularkan semangat kepadaku. Aku
mengangguk mantap.
Besoknya, kami meminta izin lagi. Meski berat
namun kami tetap harus izin. Dan karena keyakinan dan keoptimisan kami, hari
ini pun menjadi hari yang lebih baik dari kemarin. Pak Lurah ada, SKTM, SKBM,
dan pun selesai dibuat. Sejurus kemudian kami menuju Polsek Penjaringan untuk
membuat SKCK dan dilanjutkan meluncur ke Kecamatan untuk meminta tanda tangan
pak Camat. Walau melelahkan, namun kami bahagia karena hari ini semua urusan
berjalan mulus. Alhamdulillahi robbil ‘alamiin..
Perjalanan kami tidak berhenti sampai disitu.
Masih ada beberapa berkas yang harus kami penuhi dan tak kalah pentingnya,
yakni Transkip Nilai, Surat Keterangan berkelakuan baik dari pihak kampus,
Keterangan sedang aktif kuliah di STAI-Imam Syafi’I Jakarta, dan keterangan
tidak sedang menerima beasiswa dari instansi lain. Namun, karena saat itu
perkuliahan sedang libur bulan Ramadhan, maka sudah dipastikan para dosen tidak
hadir di kampus. Untunglah, dosen kami, Bapak Hasan Luthfy Attamimy, M.A selaku
ketua jurusan PAI dibantu dengan putranya, Kak Obby, bersedia dengan setulus hati membantu kami membuat semua berkas
tersebut. Dalam hitungan hari, semua berkas tersebut selesai dibuat dengan
baik. Alhamdulillahi robbil ‘alamiiin...
Pak Luthfy dan Kak Obby, kami ucapkan
Jazakumullah khairan khairul jazaa. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan
kalian dengan balasan yang jauh lebih baik. Aamiin yaa Mujibbatsaailiin…
Yak, semua persyaratan lengkap dan beress ! kami
siap mengantarkannya ke Balkot (Balai Kota Jakarta). Namun, lagi lagi tentang
perjuangan. Dalam keadaan berpuasa, ditengah terik mentari yang begitu panas
membakar kulit, kami berjuang menemukan alamat Balkot itu. Maklumlah, biarpun
sudah lama di Jakarta, kami tetap seorang anak daerah yang tak tahu jalan
karena jarang sekali keluar. Akibatnya, “nyasar” menjadi sesuatu yang tak bisa
terhindarkan. Apalagi ketika kami bertanya kepada seseorang yang tak dikenal,
kami justru mendapat alamat palsu, (tapi kami kan bukan Ayu ting-ting , hehee…)
Namun pada akhirnya, kami bisa melewati ini semua dan bisa kembali pulang
dengan hati puas lagi yakin diterimanya pengajuan ini. Tinggallah kami menunggu
pengumuman dengan berserah diri kepada Allah dan berdoa. Hamba tahu, Engkau
Maha Melihat perjuangan kami Ya Allah !
Demikianlah pengalaman kami kawan…
Sampai saat ini, kami selalu tertawa
terpingkal-pingkal ketika kami mengingat pengalaman nyasar ini. Dan bertambahlah
rasa syukur kami ketika kami mengingat hasil dari perjuangan ini. Sungguhlah
manis, kawan…
Semoga, pengalaman ini mampu menguatkan
keyakinan kita tentang janji Allah bahwa siapa saja yang bersungguh-sungguh
maka ia akan mendapatkan apa yang menjadi harapannya. Kami telah membuktikan,
ketika kami bersungguh-sungguh meraih beasiswa dengan segenap usaha, doa,
keyakinan, dan pantang menyerah,
akhirnya dengan seizin Allah, kamipun mendapatkannya. Kami bisa, kalian pun pasti bisa !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar